Jumat, 22 Juni 2012

Cerpen Remaja


Harapan Maya
“Diaaaaaaaaaan”
“Diaaaaaaaaaan”
“Diaaaaaaaaaan”
Teriak sejumlah dara manis di balik pintu gubuk reot itu.
Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki yang tampaknya menuju ke arah pintu.   Pintu kayu itu pun terbuka. Tampak sesosok wanita paruh baya berdiri di hadapan mereka.  Dia adalah ibu Dian.
“Eh kalian”
“Diannya mana Tante?” tanya seorang teman Dian
“Ada di dalam, ayo masuk dulu !”  Ibu Dian mempersilakan
“Tidak usah Tante, Kami tunggu di sini saja” kata  bocah berkuncir dua itu.
“Ya sudah kalau begitu, Ibu panggil Diannya dulu ya”
“Iya Tante”
“Dian ! Ayo cepat, teman-temanmu sudah menunggu !”
“Iya Ma” sahut Dian dari dalam bilik
Beberapa menit kemudian, keluarlah seorang anak perempuan dari balik tirai berwarna coklat, dengan seragam putih birunya ia lalu bergegas menemui teman-teman yang telah lama menunggunya.
“Ma aku pergi dulu ya, doakan aku supaya aku lulus” pinta Dian kepada mamanya dengan senyuman harapan
“Pasti anakku” sambil membelai rambut anaknya
“Kami berangkat ya” ucap mereka serentak
***
 “LULUS”
Kata yang kerap kali diteriakkan dan diulang-ulang oleh para alumni-alumni baru itu.
Sejumlah nama terpampang dengan rapih, segala ekspresi ditampakkan ketika melihat daftar itu.
Mulai dari yang teriak kesenangan, sampai yang menangis karena penyesalan.
“Dian Anandita”
Itulah salah satu nama yang terpampang di papan pengumuman SMP Mulia Sakti
“Yes Lulus” teriak Dian bahagia dalam hati. Sontak ia langsung teringat Ibunya di rumah, ia ingin segera pulang dan memberitahu ibunya bahwa dia bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
“Bagaimana Dian? Lulus kan? “ tanya Mila penasaran sambil memainkan kunciran rambutnya
Dian hanya menjawab Mila dengan senyuman. Mila lalu memeluk sahabatnya itu dengan erat
“SMA nanti, kita di sekolah yang sama ya ?”
Dian hanya tersenyum
***
Sehari sebelumnya..
“Ma, setelah lulus nanti, aku lanjut di SMA mana ? SMA 3 atau SMA 7  yang dekat itu?”tanya Dian
“Pengumuman kelulusan kamu kan baru besok, nanti dipikirkan setelah tahu apa kamu lulus atau tidak” jawab ibu sambil mencuci beras yang akan dimasaknya
“Tapi ma, teman-teman sekelasku sudah menentukan pilihan dimana mereka akan melanjutkan studinya nanti” tambah Dian
“Menentukan hal yang akan datang itu pamali nak” jelas ibu Dian
“Jadi punya cita-cita itu pamali juga ?” tanya Dian dengan nada sedikit kesal
“Nyalakan kompornya Dian, Ibu mau ke belakang ambil pakaian sepertinya akan turun hujan” berlalu meninggalkan Dian
***
Setelah mengetahui hasil pengumuman. Dian bersama 3 calon putih abu-abu itu, Mila, Reni, dan Caca lalu bergegas pulang.  Mereka sepertinya sudah tak sabar ingin memberi kabar gembira kepada kedua orangtua masing-masing. Matahari bersinar sangat terik saat itu, peluh menetes perlahan membasahi seragamnya, tetapi senyumnya tak pernah lepas dari bibir mungilnya itu.
“Ren, kamu lanjut sekolah dimana?” tanya Mila
“Rencananya aku mau lanjut di SMA 99 yang ada di kota itu, Ibu ku akan mendaftarkan aku di sana minggu depan”
“Wah, itu kan sekolah unggulan, pasti menyenangkan sekolah disana”
“Kalau kamu Mil?” tanya Reni pada Mila
“Aku belum tahu, tetapi pasti seru kalau kita sekolah di tempat yang sama lagi, iya kan Dian?”
“Iya”, jawab Dian singkat
“Kalau kamu dimana Ca ?” tanya Mila
“Rencananya aku mau lanjut di SMA 7, kan dekat jadi tidak butuh uang transpor lagi” jelas Caca
“Eh aku duluan ya” pamit Dian sambil berlari
***
“Assalamu’alaikum”
Dian masuk ke dalam rumahnya. Namun tampaknya Ibu Dian belum pulang, karena tak ada yang menjawab salam Dian. Ibu Dian adalah seorang buruh cuci harian, sekitar 6 rumah yang tak jauh dari gubuk kecilnya telah menjadi langganannya, setiap pagi ia mengumpulkan pakaian-pakaian kotor mereka kemudian dibawanya dan dicucinya di rumah.
Selang beberapa menit kemudian, Ibu Dian pun pulang, baru saja akan melangkahkan kaki ke dalam rumah, Dian lalu menghampiri dan memeluk tubuh wanita yang berpakaian lusuh itu.
“Ma, aku lulus” ungkap Dian gembira
“Selamat ya nak”
“Oh iya, sini aku bantu”
“Boleh, ini!” sambil memberikan kantong plastik yang ada ditangannya. Mereka pun masuk ke dalam rumah bersama-sama.
***
            Saat makan siang, Dian berniat membicarakan masalah kelanjutan sekolahnya dengan ibunya, tetapi Ibu Dian terlihat masih lelah, terlebih lagi Egi sangat rewel saat itu. Akhirnya Dian menundanya sampai malam tiba.
            Malam mulai larut, Dian belum juga membahas hal sekolah dengan ibunya. Tiap kali akan memperbincangkannya, rasa canggung dan sedikit rasa takut datang menghampirinya. Namun keinginan untuk melanjutkan studi mengalahkan rasa itu. Saat ibu sedang melipat pakaian, Dian menghampiri ibunya.
“Ma, sini aku bantu”
Baru saja akan memulai aksinya, tiba-tiba Egi menangis.
“Kamu urus adik kamu dulu sana” suruh Ibu
“Hmm...iya ma”
Saat berusaha menenangkan adiknya, di kepala Dian tiba-tiba terlintas cara untuk menyampaikan aspirasi kepada ibunya. Dengan sedikit mengeraskan suaranya ia bercengkrama dengan  Adiknya yang masih berusia 8 Bulan itu.
“Cup cup cup.. Egi sayang jangan nangis ya, kakak di sini”
“Cup cup cup.. Adiknya kakak kan pintar, nanti kalau sudah besar kamu harus sekolah yang tinggi ya Dik”
Egi memang tak paham apa yang dibicarakan kakaknya satu-satunya itu, tapi Ibu sangat paham apa maksud Dian.  Nasihat Dian pada Adiknya itu membuat hati Ibu merasa tersentil, ia sangat ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya, ia sangat ingin anaknya sekolah setinggi-tingginya. Tak ada ibu yang tega memutuskan cita-cita anaknya, namun apa daya, banyaknya kebutuhan tak sebanding dengan pendapatan yang diperolehnya setiap hari.
***
Beberapa hari kemudian..
Dian menghampiri Ibunya yang sedang bersiap-siap untuk bekerja.
“Ma pendaftaran siswa baru sudah di mulai hari ini, katanya Mila akan mendaftar di SMA 7”
“Oh ya?”
“Iya”
“Ibu berangkat dulu ya, karena kamu ada di rumah Ibu tidak perlu menitipkan adikmu kepada Bu Rahma”
“Tapi Ma....
Ibu lalu memegang bahu dan mencium kening putri satu-satunya itu.
“Tidak tahun ini ya sayang, Ibu harap kamu mengerti”
Ciuman hangat yang mendarat di keningnya seakan membuat tekadnya meleleh, tekad yang tadinya begitu beku, begitu gigih dalam memperjuangkan pendidikannya kini hanya menjadi puing-puing penantian dalam hidupnya yang kapan datangnya hanya Tuhan yang tahu.
***


1 komentar:

  1. YouTube | Vimeo, Vimeo, Vimeo and more
    Enjoy your moments of love and joy at the newest videos from YouTube. Watch today! Your favorite videos are the newest download youtube videos and most viewed online on the

    BalasHapus

Thank You For Comment