Harapan Maya
“Diaaaaaaaaaan”
“Diaaaaaaaaaan”
“Diaaaaaaaaaan”
Teriak
sejumlah dara manis di balik pintu gubuk reot itu.
Tak
lama kemudian, terdengar langkah kaki yang tampaknya menuju ke arah pintu. Pintu kayu itu pun terbuka. Tampak sesosok
wanita paruh baya berdiri di hadapan mereka.
Dia adalah ibu Dian.
“Eh
kalian”
“Diannya
mana Tante?” tanya seorang teman Dian
“Ada
di dalam, ayo masuk dulu !” Ibu Dian
mempersilakan
“Tidak
usah Tante, Kami tunggu di sini saja” kata
bocah berkuncir dua itu.
“Ya
sudah kalau begitu, Ibu panggil Diannya dulu ya”
“Iya
Tante”
“Dian
! Ayo cepat, teman-temanmu sudah menunggu !”
“Iya
Ma” sahut Dian dari dalam bilik
Beberapa
menit kemudian, keluarlah seorang anak perempuan dari balik tirai berwarna
coklat, dengan seragam putih birunya ia lalu bergegas menemui teman-teman yang
telah lama menunggunya.
“Ma
aku pergi dulu ya, doakan aku supaya aku lulus” pinta Dian kepada mamanya
dengan senyuman harapan
“Pasti
anakku” sambil membelai rambut anaknya
“Kami
berangkat ya” ucap mereka serentak
***
“LULUS”
Kata
yang kerap kali diteriakkan dan diulang-ulang oleh para alumni-alumni baru itu.
Sejumlah
nama terpampang dengan rapih, segala ekspresi ditampakkan ketika melihat daftar
itu.
Mulai
dari yang teriak kesenangan, sampai yang menangis karena penyesalan.
“Dian
Anandita”
Itulah
salah satu nama yang terpampang di papan pengumuman SMP Mulia Sakti
“Yes
Lulus” teriak Dian bahagia dalam hati. Sontak ia langsung teringat Ibunya di
rumah, ia ingin segera pulang dan memberitahu ibunya bahwa dia bisa melanjutkan
studi ke jenjang yang lebih tinggi.
“Bagaimana
Dian? Lulus kan? “ tanya Mila penasaran sambil memainkan kunciran rambutnya
Dian
hanya menjawab Mila dengan senyuman. Mila lalu memeluk sahabatnya itu dengan
erat
“SMA
nanti, kita di sekolah yang sama ya ?”
Dian
hanya tersenyum
***
Sehari
sebelumnya..
“Ma,
setelah lulus nanti, aku lanjut di SMA mana ? SMA 3 atau SMA 7 yang dekat itu?”tanya Dian
“Pengumuman
kelulusan kamu kan baru besok, nanti dipikirkan setelah tahu apa kamu lulus
atau tidak” jawab ibu sambil mencuci beras yang akan dimasaknya
“Tapi
ma, teman-teman sekelasku sudah menentukan pilihan dimana mereka akan
melanjutkan studinya nanti” tambah Dian
“Menentukan
hal yang akan datang itu pamali nak”
jelas ibu Dian
“Jadi
punya cita-cita itu pamali juga ?”
tanya Dian dengan nada sedikit kesal
“Nyalakan
kompornya Dian, Ibu mau ke belakang ambil pakaian sepertinya akan turun hujan”
berlalu meninggalkan Dian
***
Setelah
mengetahui hasil pengumuman. Dian bersama 3 calon putih abu-abu itu, Mila,
Reni, dan Caca lalu bergegas pulang.
Mereka sepertinya sudah tak sabar ingin memberi kabar gembira kepada
kedua orangtua masing-masing. Matahari bersinar sangat terik saat itu, peluh
menetes perlahan membasahi seragamnya, tetapi senyumnya tak pernah lepas dari
bibir mungilnya itu.
“Ren,
kamu lanjut sekolah dimana?” tanya Mila
“Rencananya
aku mau lanjut di SMA 99 yang ada di kota itu, Ibu ku akan mendaftarkan aku di
sana minggu depan”
“Wah,
itu kan sekolah unggulan, pasti menyenangkan sekolah disana”
“Kalau
kamu Mil?” tanya Reni pada Mila
“Aku
belum tahu, tetapi pasti seru kalau kita sekolah di tempat yang sama lagi, iya
kan Dian?”
“Iya”,
jawab Dian singkat
“Kalau
kamu dimana Ca ?” tanya Mila
“Rencananya
aku mau lanjut di SMA 7, kan dekat jadi tidak butuh uang transpor lagi” jelas
Caca
“Eh
aku duluan ya” pamit Dian sambil berlari
***
“Assalamu’alaikum”
Dian
masuk ke dalam rumahnya. Namun tampaknya Ibu Dian belum pulang, karena tak ada
yang menjawab salam Dian. Ibu Dian adalah seorang buruh cuci harian, sekitar 6
rumah yang tak jauh dari gubuk kecilnya telah menjadi langganannya, setiap pagi
ia mengumpulkan pakaian-pakaian kotor mereka kemudian dibawanya dan dicucinya
di rumah.
Selang
beberapa menit kemudian, Ibu Dian pun pulang, baru saja akan melangkahkan kaki
ke dalam rumah, Dian lalu menghampiri dan memeluk tubuh wanita yang berpakaian
lusuh itu.
“Ma,
aku lulus” ungkap Dian gembira
“Selamat
ya nak”
“Oh
iya, sini aku bantu”
“Boleh,
ini!” sambil memberikan kantong plastik yang ada ditangannya. Mereka pun masuk
ke dalam rumah bersama-sama.
***
Saat makan siang, Dian berniat
membicarakan masalah kelanjutan sekolahnya dengan ibunya, tetapi Ibu Dian
terlihat masih lelah, terlebih lagi Egi sangat rewel saat itu. Akhirnya Dian
menundanya sampai malam tiba.
Malam mulai larut, Dian belum juga
membahas hal sekolah dengan ibunya. Tiap kali akan memperbincangkannya, rasa
canggung dan sedikit rasa takut datang menghampirinya. Namun keinginan untuk
melanjutkan studi mengalahkan rasa itu. Saat ibu sedang melipat pakaian, Dian
menghampiri ibunya.
“Ma,
sini aku bantu”
Baru
saja akan memulai aksinya, tiba-tiba Egi menangis.
“Kamu
urus adik kamu dulu sana” suruh Ibu
“Hmm...iya
ma”
Saat
berusaha menenangkan adiknya, di kepala Dian tiba-tiba terlintas cara untuk
menyampaikan aspirasi kepada ibunya. Dengan sedikit mengeraskan suaranya ia
bercengkrama dengan Adiknya yang masih
berusia 8 Bulan itu.
“Cup
cup cup.. Egi sayang jangan nangis ya, kakak di sini”
“Cup
cup cup.. Adiknya kakak kan pintar, nanti kalau sudah besar kamu harus sekolah
yang tinggi ya Dik”
Egi
memang tak paham apa yang dibicarakan kakaknya satu-satunya itu, tapi Ibu
sangat paham apa maksud Dian. Nasihat
Dian pada Adiknya itu membuat hati Ibu merasa tersentil, ia sangat ingin
memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya, ia sangat ingin anaknya
sekolah setinggi-tingginya. Tak ada ibu yang tega memutuskan cita-cita anaknya,
namun apa daya, banyaknya kebutuhan tak sebanding dengan pendapatan yang
diperolehnya setiap hari.
***
Beberapa
hari kemudian..
Dian
menghampiri Ibunya yang sedang bersiap-siap untuk bekerja.
“Ma
pendaftaran siswa baru sudah di mulai hari ini, katanya Mila akan mendaftar di
SMA 7”
“Oh
ya?”
“Iya”
“Ibu
berangkat dulu ya, karena kamu ada di rumah Ibu tidak perlu menitipkan adikmu
kepada Bu Rahma”
“Tapi
Ma....
Ibu
lalu memegang bahu dan mencium kening putri satu-satunya itu.
“Tidak
tahun ini ya sayang, Ibu harap kamu mengerti”
Ciuman
hangat yang mendarat di keningnya seakan membuat tekadnya meleleh, tekad yang
tadinya begitu beku, begitu gigih dalam memperjuangkan pendidikannya kini hanya
menjadi puing-puing penantian dalam hidupnya yang kapan datangnya hanya Tuhan
yang tahu.
***
YouTube | Vimeo, Vimeo, Vimeo and more
BalasHapusEnjoy your moments of love and joy at the newest videos from YouTube. Watch today! Your favorite videos are the newest download youtube videos and most viewed online on the